Apa Saja Yang Haram Dimakan Dalam Islam

Apa Saja Yang Haram Dimakan Dalam Islam

Zulhijah (ذو الحجة)

Zulhijah adalah bulan kedua belas dan salah satu bulan suci. Sepuluh hari pertama dianggap sebagai hari-hari terbaik dalam tahun, dengan puncaknya adalah Hari Raya Idul Adha dan pelaksanaan ibadah haji di Mekkah.

Kalender Hijriyah memainkan peran penting dalam menentukan tanggal pelaksanaan ibadah dan perayaan Islam, mengingatkan umat Islam akan siklus waktu yang berputar dan pentingnya memanfaatkan setiap bulan untuk meningkatkan keimanan dan amal saleh.

Itulah yang termasuk dalam apa saja nama bulan Islam atau bulan Hijriyah menurut kalender Islam. Semoga bermanfaat.

Dalam Islam, ada beberapa tahapan kehidupan setelah kematian yang akan dilalui seseorang sebelum hari kiamat. Tahapan-tahapan ini dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadits, ada beberapa ayat dalam Al Quran yang menjelaskan tahapan kehidupan setelah kematian sampai kiamat dalam Islam. Berikut beberapa contohnya:

Tahap pertama kehidupan setelah kematian disebut Barzakh, yaitu periode antara kematian seseorang dan Hari Pembalasan. Pada tahap ini, jiwa dipisahkan dari tubuh dan memasuki alam keberadaan baru, di mana ia menunggu penghakiman. Menurut kepercayaan Islam, jiwa yang saleh akan dihibur dan merasakan surga, sedangkan jiwa orang fasik akan menderita dan merasakan rasa neraka.

Rabi'ul awwal (ربيع الأول)

Rabi'ul awwal adalah nama bulan ketiga, dikenal sebagai bulan kelahiran Nabi Muhammad Saw. Peringatan Maulid Nabi Muhammad Saw dirayakan oleh sebagian umat Islam di bulan ini.

Orang Arab biasanya selesai melakukan perang dan meraih kemenangan saat bulan ini juga. Selain itu juga, bulan ini berarti bulan yang terjadinya musim semi pertama.

Zulkaidah (ذو القعدة)

Zulkaidah adalah bulan kesebelas yang merupakan salah satu dari empat bulan suci yang mengharamkan peperangan.

Perang biasanya sudah selesai dan banyak orang Arab yang berdiam di rumah. Zulkaidah diartikan sebagai 'pemilik duduk' atau istirahat.

Surat Al-Mu’minun Ayat 99-100

Pedoman Secara Umum Tentang Bekerja

Pedoman secara umum tentang masalah kerja, yaitu Islam tidak membolehkan pengikut-pengikutnya untuk bekerja mencari uang sesuka hatinya dan dengan jalan apapun yang dimaksud. Tetapi Islam memberikan kepada mereka suatu garis pemisah antara yang boleh dan yang tidak boleh dalam mencari perbekalan hidup, dengan menitikberatkan juga kepada masalah kemaslahatan umum. Garis pemisah ini berdiri di atas landasan yang bersifat kulli (menyeluruh) yang mengatakan: "Bahwa semua jalan untuk berusaha mencari uang yang tidak menghasilkan manfaat kepada seseorang kecuali dengan menjatuhkan orang lain, adalah tidak dibenarkan. Dan semua jalan yang saling mendatangkan manfaat antara individu-individu dengan saling rela-merelakan dan adil, adalah dibenarkan."

Prinsip ini telah ditegaskan oleh Allah dalam firmanNya:

Ayat ini memberikan syarat boleh dilangsungkannya perdagangan dengan dua hal:

Syarat kedua ini dapat kita ambil dari kata-kata dan jangan kamu membunuh diri-diri kamu.

Perkataan ini ditafsirkan oleh ahli-ahli tafsir dalam dua pengertian yang masing-masing sesuai dengan proporsinya:

Arti pertama: Satu sama lain tidak boleh bunuh membunuh.

Arti kedua: Kamu tidak boleh membunuh diri diri kamu dengan tangan-tangan kamu sendiri.

Walhasil ayat ini memberikan pengertian, bahwa setiap orang tidak boleh merugikan orang lain demi kepentingan diri sendiri (vested interest). Sebab hal demikian, seolah-olah dia menghisap darahnya dan membuka jalan kehancuran untuk dirinya sendiri. Misalnya mencuri, menyuap, berjudi, menipu, mengaburkan, mengelabui, riba dan lain-lain pekerjaan yang diperoleh dengan jalan yang tidak dibenarkan.

Tetapi apabila sebagian itu diperoleh atas dasar saling suka sama suka, maka syarat yang terpenting jangan kamu membunuh diri kamu itu tidak ada.38

Kalender Hijriyah adalah penanggalan dalam Islam yang terdiri dari 12 bulan dalam setahun, dengan total hari sekitar 354 atau 355 hari. Lantas, apa saja nama bulan Islam tersebut?

Kalender Hijriyah dimulai dari peristiwa perpindahan (hijrah) Nabi Muhammad Saw dari Mekkah ke Madinah. Pada sistem dari kalender Hijriyah, hari atau tanggal akan dimulai ketika matahari sudah terbenam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sebelumnya perlu diketahui bahwa pada kalender Hijriyah tidak ada aturan yang khusus untuk bulan-bulan mana saja yang memiliki 29 hari dan yang 30 hari.

Sebab semua tergantung pada penampakan bulan sabit atau hilal. Kalender hijriyah dihitung berdasarkan dengan rotasi dari Bulan yang berlawanan dengan Matahari.

Jumadil akhir (جمادى الآخر)

Jumadil akhir adalah bulan keenam. Sama seperti Jumadil awwal, namanya juga berhubungan dengan musim dingin.

Bulan ini diartikan dengan kata kerja yang berarti "membekukan" karena air pada bulan ini membeku selama setahun.

Rajab adalah bulan yang dihormati karena berasal dari kata rajaba yang artinya hormat. Rajab adalah bulan ketujuh dan termasuk salah satu dari empat bulan suci. Di masa Jahiliyah, berperang pada bulan ini dianggap terlarang.

Syakban adalah bulan kedelapan. Bulan ini dikenal sebagai bulan di mana amalan dinaikkan kepada Allah Swt. Malam Nisfu Syakban, merupakan salah satu malam yang dianggap memiliki keberkahan.

Bulan ini juga menjadi bulan orang Arab untuk mencari air persiapan perang. Mereka membagi wilayah dan hal ini membuat Syakban memiliki arti pembagian.

Ramadan adalah bulan kesembilan yang ketika orang Arab dan umat Islam di seluruh dunia berpuasa dari fajar sampai matahari terbenam.

Ramadan berasal dari kata ar-Ramda yang diartikan menjadi panas. Karena bulan ini berlangsung saat musim panas.

Syawal adalah bulan kesepuluh, bulan untuk memulai berburu. Syawal berarti membawa, yang dimaksud adalah musim Syawal banyak unta yang melahirkan dan membawa anaknya.

Pada hari pertama bulan ini, Idul Fitri dimulai, menyatakan akhir dari puasa.

Pendirian Gereja Tentang Masalah Dagang

Begitulah masyarakat Islam dalam menghadapi dunianya dalam naungan agamanya, mereka berdagang, juga membeli. Tetapi perdagangan dan jual-belinya itu tidak sampai melupakan berzikrullah. Dimana waktu itu orang-orang di abad-abad pertengahan kebanyakannya di bawah kekuasaan raja-raja dan negara-negara Eropah Kristen masih bimbang dalam menghadapi pertentangan yang hebat antara fikiran-fikiran apa yang disebut penyelamatan yakni menyelamatkan diri dari dosa yang menyelubunginya. Fikiran ini bertentangan dengan fikiran Aklirus yang menganjurkan berusaha dan berdagang di satu pihak, dan di pihak lain adanya perkataan yang berkumandang, bahwa celakalah manusia yang berani menantang ajaran pemimpin-pemimpin agama (rijaluddin) dan sibuk dengan urusan pencaharian, perusahaan dan perdagangan. Dikatakannya juga, bahwa dosa bukan hanya suatu kejelekan yang pelakunya akan dibalas sesuai dengan banyaknya dosa yang dilakukan, tetapi dosa, seperti yang biasa dikatakan, yaitu dosa abadi dan laknat di bumi dan langit dalam kehidupan di dunia dan akhirat nanti,

Untuk itu seorang Uskup bernama Agustine mengatakan: "Kesungguhan dalam urusan perdagangan pada hakikatnya suatu dosa, karena dapat memalingkan orang dari ingat kepada Allah,"

Yang lain pun berkata: "Seseorang yang membeli sesuatu kemudian pulang dan menjualnya lagi dengan tidak ada imbangan yang harus dia lakukannya, maka orang tersebut akan termasuk golongan pedagang yang menjauhkan sorga dan kesuciannya."

Pendapat-pendapat ini tidak lebih hanya latah terhadap ajaran-ajaran Paulus yang mengatakan: Bahwa seorang penganut Masehi tidak layak menentang kawannya yang lain dengan suatu pertentangan yang mematikan. Untuk itu, maka tidak ada perdagangan yang berkembang di kalangan orang-orang Masehi."36

حَتَّى إِذَا جَاءَ أَحَدَهُمُ الْمَوْتُ قَالَ رَبِّ ارْجِعُونِ لَعَلِّي أَعْمَلُ صَالِحًا فِيمَا تَرَكْتُ كَلا إِنَّهَا كَلِمَةٌ هُوَ قَائِلُهَا وَمِنْ وَرَائِهِمْ بَرْزَخٌ إِلَى يَوْمِ يُبْعَثُونَ

Artinya: Hingga apabila datang kematian kepada seseorang dari mereka, dia berkata: “Ya Tuhanku kembalikanlah aku (ke dunia). Agar aku berbuat amal yang saleh terhadap yang telah aku tinggalkan. Sekali-kali tidak. Sesungguhnya itu adalah perkataan yang diucapkannya saja. Dan di hadapan mereka ada dinding sampai hari mereka dibangkitkan.

Tahap kedua kehidupan setelah kematian adalah Kebangkitan, juga dikenal sebagai Al-Ba'ath. Ini adalah saat Allah (Tuhan) akan membangkitkan semua orang mati dari kubur mereka dan menghidupkan mereka kembali. Peristiwa ini akan didahului oleh gempa bumi yang hebat, dan semua ciptaan akan mengalami kekacauan.

وَنُفِخَ فِى ٱلصُّورِ فَصَعِقَ مَن فِى ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَمَن فِى ٱلْأَرْضِ إِلَّا مَن شَآءَ ٱللَّهُ ۖ ثُمَّ نُفِخَ فِيهِ أُخْرَىٰ فَإِذَا هُمْ قِيَامٌ يَنظُرُونَ

Artinya: Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang dikehendaki Allah. Kemudian ditiup sangkakala itu sekali lagi maka tiba-tiba mereka berdiri menunggu (putusannya masing-masing).

Demi menjaga ketidak adanya campur tangan orang lain yang bersifat penipuan, maka dilarangnya juga oleh Rasulullah apa yang dinamakan najasyun (menaikkan harga) yang menurut penafsiran Ibnu Abbas, yaitu: "Engkau bayar harga barang itu lebih dari harga biasa, yang timbulnya bukan dari hati kecilmu sendiri, tetapi dengan tujuan supaya orang lain menirunya." Cara ini banyak digunakan untuk menipu orang lain.

Kemudian agar pergaulan kita itu jauh dari sifat-sifat pemerkosaan dan pengelabuhan tentang harga, maka Rasulullah s.a.w. melarang mencegat barang dagangan sebelum sampai ke pasar.9

Dengan demikian, maka barang sebagai bahan baku masyarakat akan mencerminkan harga yang sesuai, selaras dengan penawaran dan permintaan. Tetapi kadang-kadang si pemilik barang akan tertipu jika dia tidak mengetahui harga pasar. Justru itu oleh Nabi ditetapkannya penawaran itu dilakukan setelah barang sampai di pasar.10

Islam mengharamkan seluruh macam penipuan, baik dalam masalah jual-beli, maupun dalam seluruh macam mu'amalah.

Seorang muslim dituntut untuk berlaku jujur dalam seluruh urusannya, Sebab keikhlasan dalam beragama, nilainya lebih tinggi daripada seluruh usaha duniawi.

Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:

Dan beliau bersabda pula:

Pada suatu hari Rasulullah s.a.w. pernah melalui seorang laki-laki yang sedang menjual makanan (biji-bijian). Beliau sangat mengaguminya, kemudian memasukkan tangannya ke dalam tempat makanan itu, maka dilihatnya makanan itu tampak basah, maka bertanyalah beliau: Apa yang diperbuat oleh yang mempunyai makanan ini? Ia menjawab: Kena hujan. Kemudian Rasulullah s.a.w. bersabda:

Dalam salah satu riwayat dikatakan:

Begitulah yang dikerjakan oleh orang-orang Islam zaman dahulu, dimana mereka itu menjelaskan cacat barang dagangannya dan samasekali tidak pernah merahasiakannya. Mereka selalu berbuat jujur dan tidak berdusta, ikhlas dan tidak menipu.

Ibnu Sirin pernah menjual seekor kambing, kemudian dia berkata kepada si pembelinya: 'Saya akan menjelaskan kepadamu tentang ciri kambingku ini, yaitu kakinya cacat.'

Begitu juga al-Hassan bin Shaleh pernah menjual seorang hamba perempuan (jariyah), kemudian ia berkata kepada si pembelinya: "Dia pernah mengeluarkan darah dari hidungnya satu kali."

Walaupun hanya sekali, tetapi 'jiwa seorang mu'min merasa tidak enak kalau tidak menyebutkan cacatnya itu, sekalipun berakibat menurunnya harga.

Lebih keras lagi haramnya, jika tipuannya itu diperkuat dengan sumpah palsu. Oleh karena itu Rasulullah melarang keras para saudagar banyak bersumpah, khususnya sumpah palsu.

Rasulullah s.a.w. bersabda:

Beliau sangat membenci banyak sumpah dalam perdagangan, karena:

Salah satu macam penipuan ialah mengurangi takaran dan timbangan. Al-Quran menganggap penting persoalan ini sebagai salah satu bagian dari mu'amalah, dan dijadikan sebagai salah satu dari sepuluh wasiatnya di akhir surat al-An'am, yaitu:

"Penuhilah takaran apabila kamu menakar, dan timbanglah dengan jujur dan lurus, yang demikian itu lebih baik dan sebaik-baik kesudahan. (al-Isra': 35)

"Celakalah orang-orang yang mengurangi, apabila mereka itu menakar kepunyaan orang lain (membeli) mereka memenuhinya, tetapi jika mereka itu menakarkan orang lain (menjual) atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi. Apakah mereka itu tidak yakin, bahwa kelak mereka akan dibangkitkan dari kubur pada suatu hari yang sangat besar, yaitu suatu hari di mana manusia akan berdiri menghadap kepada Tuhan seru sekalian alam?!" (al-Muthafifin: 1-6)

Oleh karena itu setiap muslim harus berusaha sekuat tenaga untuk berlaku adil (jujur), sebab keadilan yang sebenarnya jarang bisa diujudkan. Justru itu sesudah perintah memenuhi timbangan, al-Quran kemudian berkata:

Al-Quran juga telah mengisahkan kepada kita tentang ceritera suatu kaum yang curang dalam bidang mu'amalah dan menyimpang dari kejujurannya dalam hal takaran dan timbangan. Kepunyaan orang lain selalu dikuranginya. Kemudian oleh Allah dikirimnya seorang Rasul untuk mengembalikan mereka itu kepada kejujuran dan kebaikan disamping dikembalikannya kepada Tauhid.

Mereka yang dimaksud ialah kaumnya Nabi Syu'aib. Nabi Syu'aib menyeru dan sekaligus memberikan saksi kepada mereka sebagai berikut:

Mu'amalah seperti ini suatu contoh yang harus dilaksanakan oleh setiap muslim dalam kehidupannya, pergaulannya dan mu'amalahnya. Mereka tidak diperkenankan menakar dengan dua takaran atau menimbang dengan dua timbangan; timbangan pribadi dan timbangan untuk umum; timbangan yang menguntungkan diri dan orang yang disenanginya, dan timbangan untuk orang lain. Kalau untuk dirinya sendiri dan pengikutnya dia penuhi timbangan, tetapi untuk orang lain dia kuranginya.

Di antara bentuk yang diharamkan Islam sebagai usaha untuk memberantas kriminalitas dan membatasi keleluasaan pelanggaran oleh si pelanggar, ialah tidak halal seorang muslim membeli sesuatu yang sudah diketahui, bahwa barang tersebut adalah hasil rampokan dan curian atau sesuatu yang diambil dari orang lain dengan jalan yang tidak benar. Sebab kalau dia berbuat demikian, sama dengan membantu perampok, pencuri dan pelanggar hak untuk merampok, mencuri dan melanggar hukum.

Rasulullah s.a.w. pernah bersabda sebagai berikut:

Dosa ini tidak dapat terhapus karena lamanya barang yang dicuri dan dirampok itu, sebab lamanya waktu dalam pandangan syariat Islam tidak dapat menjadikan sesuatu yang haram menjadi halal. Hak pemilik yang asli tidak dapat gugur lantaran berlalunya waktu. Demikian menurut ketetapan ahli-ahli hukum sipil.

Islam membenarkan pengembangan uang dengan jalan perdagangan. Seperti firman Allah:

Islam sangat memuji orang yang berjalan di permukaan bumi untuk berdagang. Firman Allah:

Akan tetapi Islam menutup pintu bagi siapa yang berusaha akan mengembangkan uangnya itu dengan jalan riba. Maka diharamkannyalah riba itu sedikit maupun banyak, dan mencela orang-orang Yahudi yang menjalankan riba padahal mereka telah dilarangnya.

Di antara ayat-ayat yang paling akhir diturunkan ialah firman Allah dalam surat al-Baqarah:

Allah telah memproklamirkan perang untuk memberantas riba dan orang-orang yang meribakan harta serta menerangkan betapa bahayanya dalam masyarakat, sebagaimana yang diterangkan oleh Nabi:

Dalam hal ini Islam bukan membuat cara baru dalam agama-agama samawi lainnya. Dalam agama Yahudi, di Perjanjian Lama terdapat ayat yang berbunyi: "Jikalau kamu memberi pinjam uang kepada ummatku, yaitu baginya sebagai penagih hutang yang keras dan jangan ambil bunga daripadanya." (Keluaran 22:25).

Dalam agama Kristen pun terdapat demikian. Misalnya dalam Injil Lukas dikatakan: "Tetapi hendaklah kamu mengasihi seterumu dan berbuat baik dan memberi pinjam dengan tiada berharap akan menerima balik, maka berpahala besarlah kamu..." (Lukas 6: 35).

Sayang sekali tangan-tangan usil telah sampai pada Perjanjian Lama, sehingga mereka menjadikan kata Saudaramu --yang dalam terjemahan di atas diartikan Hambaku pent.-- dikhususkan buat orang-orang Yahudi, sebagaimana diperjelas dalam fasal Ulangan 23:20 "Maka daripada orang lain bangsa boleh kamu mengambil bunga, tetapi daripada saudaramu tak boleh kamu mengambil dia ..."

Sedekah dari harta yang haram akan tertolak dan tidak diterima, untuk itulah kita perlu mengenal apa dan bagaimana harta haram tersebut. Foto ilustrasi/ist

sangat penting bagi seorang muslim. Karena akibat

yang kita makan, bisa jadi yang membuat amal ibadah kita tertolak,

, dan usahanya tidak diberkahi. Untuk itulah, seorang muslim wajib mengenal apa itu harta haram.

Dalam pengertiannya harta haram menurut Syaikh Dr. Khalid al-Mushlih adalah semua harta yang didapatkan atau dikumpulkan dengan cara yang

. Lantas apa saja yang termasuk dalam harta haram ini?

Mengutip penjelasan Ustadz Ammi Nur Baits, Dewan Pembina Konsultasi Syariah, pembagian harta haram adalah terbagi dua, yakni: harta haram karena dzatnya dan harta haram karena cara mendapatkannya.

Harta haram karena dzatnya ada 4 macam, yaitu:

(a) Benda haram yang sama sekali tidak memiliki manfaat yang mubah, seperti khamr, berhala, alat musik, dan seterusnya.

Harta semacam ini harus dibuang dan sama sekali tidak boleh disimpan. Harta haram jenis ini tidak bisa diperjualbelikan dan tidak bisa dimanfaatkan.

Ketika khamr diharamkan, Abu Thalhah bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang anak yatim yang memiliki warisan berupa khamr. Beliau bersabda, “Tumpahkan!” (HR. Ahmad dan Abu Daud)

(b) Benda haram yang memiliki manfaat mubah, namun tidak boleh diperjual belikan.

Seperti anjing, atau bangkai yang bisa disamak kulitnya, atau lemak bangkai yang bisa dimanfaatkan untuk minyak.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

وَإِنَّ اللَّهَ إِذَا حَرَّمَ عَلَى قَوْمٍ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ عَلَيْهِمْ ثَمَنَهُ

“Apabila Allah mengharamkan suatu kaum untuk makan sesuatu maka Allah haramkan hasil penjualannya.” (HR. Ahmad 2221, Abu Daud 3490 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth)

(c) Benda yang haram dimakan namun halal dimanfaatkan dan diperjualbelikan.

Contoh keledai, bighal, kucing (menurut jumhur ulama).

Ibnul Qayyim menjelaskan,

Jln. Tentara Pelajar, Ruko Permata Senayan Unit B10-11, RT.1/RW.7, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan, Jakarta 12210

Muharram (المحرّم)

Muharram adalah bulan pertama dalam kalender Hijriyah dan salah satu dari empat bulan suci. Bulan ini sering dihubungkan dengan Asyura, yang merupakan hari kesepuluh Muharram, di mana banyak umat muslim berpuasa.

Arti dari kata Muharram diambil dari kata Arab yang berarti "diharamkan". Adapun yang dimaksud makna kata tersebut adalah sesuatu yang dihormati dan diharamkan dari hal yang buruk.

Safar adalah bulan kedua dan namanya berarti 'kosong' atau 'nihil' yang kemungkinan merujuk pada zaman pra-Islam ketika orang-orang meninggalkan rumah mereka untuk berperang.

Nama Safar juga diambil dari nama jenis penyakit yang konon diyakini oleh orang Arab jahiliyah sebagai penyakit yang menyerang organ dalam atau perut akibat dari ulat besar yang berbahaya.